Bukan suatu hal mudah untuk memulai
bisnis sendiri, tetapi sebaliknya, juga bukanlah hal sulit untuk dilakukan.
Memulai bisnis pribadi merupakan hal yang menakutkan, dan sekaligus menarik.
Mengapa? Di satu sisi, hal ini dapat menimbulkan Resiko besar, sedangkan di
sisi lain, kesempatan besar dalam kehidupan juga sedang menanti.
Oleh karena itu, sangat masuk akal
jika Anda menjadi ingin tahu, apa saja sebenarnya, yang terlibat dengan diri
Anda pada saat memulai berbisnis, dan apa saja yang bisa membuat langkah bisnis
Anda ini bisa sukses.
Ini ada beberapa hal, yang mungkin
bisa membantu Anda untuk memikirkannya sebelum terjun langsung membuka sebuah
bisnis:
- Carilah jalan dari beberapa cara bisnis konvensional, dan cobalah. Di sini Anda tidak harus, dan memang tidak perlu langsung melakukan cara yang benar bukan? So, Business is Learning by Doing, isn’t it?
- Jadilah orang yang kreatif, fleksibel, dan cepat tanggap terhadap perubahan yang terjadi, dengan mendapatkan informasi tentang pangsa pasar, dan peristiwa-peristiwa yang baru saja terjadi, yang sekiranya bisa mempengaruhi pangsa pasar itu.
- Apa tujuan pribadi Anda untuk berbisnis sendiri ini? Apa yang Anda kehendaki dalam hidup? Jenis penghasilan seperti apa yang Anda inginkan? Di manakah Anda berada 5 tahun, 10 tahun mendatang? Ini semua bisa menyatakan tujuan pribadi Anda, dan ini bukan hal sepele. Anda harus memiliki dan mengetahui tujuan pribadi yang benar-benar penting bagi Anda, karena perlu Anda ketahui, bukankah bisnis itu sendiri merupakan sesuatu yang menuntut?
- Tanyakan pada diri sendiri, apakah Anda sedang melakukan sesuatu yang ingin dilakukan? Apakah Anda bekerja dengan orang-orang yang memang Anda ingin bekerja sama untuk melakukannya? Apakah menurut Anda, kira-kira pengembalian investasi sudah bisa seperti yang diharapkan? Jika ternyata muncul perasaan tidak senang, tidak “mood”, maka bisa jadi Anda tidak akan menjadi pengusaha yang baik dan sukses.
- Punyai ide bisnis yang disertai hasrat membara atau “passion” pribadi untuk segera memulai dan mengoperasikannya. Hasrat pribadi ini semestinya menjadi bagian dari apa yang Anda kehendaki dalam hidup. Jika tidak, jangan harap Anda bisa mengubah semua ide Anda menjadi bisnis yang sukses.
- Lihat kembali dan pikirkan pengalaman kerja Anda. Pengalaman kerja adalah bagian dari ide bisnis. Jika Anda ingin membuka sebuah bisnis, ada baiknya jika Anda ikut program “on the job training” atau magang kerja lebih dulu di bisnis yang sekiranya Anda inginkan.
- Harus berusaha memiliki pengetahuan dasar berbisnis, jangan ngawur atau percaya begitu saja “omongan ngawur” tokoh-tokoh bisnis yang sudah jadi milyarder…yang sering bilang, bahwa kalau mau bisnis ya jalanin aja gak perlu mikir. Saya jamin pada akhirnya, jika Anda mengikuti begitu saja “anjuran ngawur” itu, maka Anda akan benar-benar mikir belakangan, dan pusing seribu keliling, akibat bisnis Anda hancur, alias bangkrut dengan hutang melimpah. Ingat, pengetahuan dasar berbisnis ini merupakan salah satu pintu masuk untuk memulai bisnis Anda sendiri. Naluri, perasaan, ataupun intuisi bukanlah pengganti untuk pengetahuan. Jadi Anda harus mau belajar mendalami bisnis dengan ilmu pengetahuan.
- Bertanyalah pada hati nurani Anda. Apakah Anda ingin mulai membuka bisnis baru itu karena ingin cepat menjadi kaya raya? Apakah Anda ingin cepat menjadi milyarder? Menurut saya, jika Anda ingin memulai bisnis sendiri dengan sikap seperti tersebut, maka itu bukanlah sikap yang benar. Uang memang penting, tetapi itu akan datang kemudian seperti yang Anda inginkan…setelah Anda melakukan usaha keras, tekun, pantang menyerah, dan dengan rasa hasrat membara.
- Punyai “inner vision”, yang mengarahkan Anda untuk melakukan semuanya dengan sebaik-baiknya! Berikan sesuatu yang dibutuhkan orang. Dengan “inner vision” seperti ini, maka yakinlah Anda akan dihargai orang terus-menerus, meskipun mungkin pada awalnya Anda belum menghasilkan uang yang banyak.
- Jika Anda sudah memiliki sikap mau melakukan semuanya dengan sebaik-baiknya, maka ini akan membentuk Anda untuk memiliki komitmen sukses, dan membuat Anda untuk terus melangkah dari keadaan sekarang, untuk menjadi lebih baik dari hari ke hari. Dan, pada gilirannya nanti, Anda akan menjadi seorang yang kaya ide, punya visi, dan sanggup menerapkan sesuatu yang lebih baik daripada orang lain, bahkan orang yang mungkin Anda lihat sebagai sosok terbaik pada saat ini.
Nah, rekan-rekan entrepreneur, jika
Anda bisa melakukan kesepuluh hal di atas tersebut, maka InsyaAllah saya
yakin…hal itu akan menjadikan Anda sebagai orang yang tidak puas dengan
pekerjaan dan hasil kerja yang rata-rata (average), tetapi Anda akan menjadi
orang yang puas dengan melakukan pekerjaan dan menghasilkan sesuatu yang besar
(superior).
Inilah menurut saya suatu sikap yang
penting dan benar ketika Anda mau memulai bisnis pribadi. Dan, jika Anda merasa
telah memiliknya, maka Anda memang pantas memulai bisnis pribadi buat masa
depan Anda dan keluarga Anda. Jadi, mau tunggu apa lagi?
Semoga bermanfaat, dan sukses
selalu.
Paradigma Bisnis
Paradigma?
Cara pandang, pola pikir, cara berpikir atau kerangka berpikir. Atau cara kita melihat suatu fenomena dan fakta-fakta di sekitar kita.Bagaimana contoh yang paling mudah dalam memahami paradigma?
Untuk memahami paradigma adalah dengan menganggap kita sedang memakai kaca mata berwarna, maka apa yang kita lihat disekeliling kita akan sangat dipengaruhi oleh kaca mata yang kita pakai. Cobalah pakai kaca mata biru selama 1 jam, lalu anda berjalan-jalan keliling kota atau desa. Anda pasti akan melihat secara berbeda warna-warna disekeliling anda.Setiap orang memiliki paradigma, ada yang sama ada yang berbeda. Misalnya kalau anda pakai kaca mata biru, mungkin orang lain ada yang memakai kaca mata merah, lainnya lagi warna kuning, warna hijau dan lain-lain.Yang menjadikan masalah adalah kalau kita tidak menyadari bahwa kaca mata kita berbeda dengan orang lain. Bisa berbeda dengan istri, bapak, ibu, saudara, teman dekat dan lain-lain.
Coba tanyakan dalam anda sendiri, bila anda selalu memakai kaca mata biru, dan tidak pernah melepasnya, atau bahkan anda sudah tidak menyadari bahwa kaca mata anda berwarna biru, apa yang akan terjadi? Setiap hari Anda akan selalu berbeda pendapat dengan banyak orang yang mengobrol dengan anda tentang warna-warna. Bila orang-orang disekitar anda memakai kaca mata hijau.
Namun anda akan mudah sependapat dan sepaham dan tidak terlibat perbedaan atau konflik dengan orang-orang di sekitar anda yang sama-sama memakai kaca mata biru.
Pengaruh Paradigma?
Contoh yang paling mudah, yang seringkali saya pakai dalam training yang saya lakukan adalah dengan meminta peserta untuk menggambar pemandangan. Buatlah gambar pemandangan dalam waktu 5 menit sekarang juga. Anda bisa mencobanya di rumah atau jadi media tes dalam sebuah kelompok. Kebanyakan dari peserta (seringkali hampir semuanya) yang ikut traning (kecuali peserta training yang sudah tahu atau pernah mengikuti traning ini sebelumnya), akan menggambar pemandangan berupa gunung (sebagai gambar utamanya), yang diwarnai jalan, sawah, awan, matahari atau yang biasa di gambar sejak kecil.
Pertanyaannya adalah mengapa bisa terjadi seperti itu? Bukanlah laut, bunga, pohon, sungai dan gambaran alam lainnya juga pemandangan?
Inilah salah satu contoh kasus untuk mengetahui pengaruh atau dampak paradigma. Kalau sejak kecil, atau biasanya sejak Sekolah Dasar, kita hanya diajari oleh guru kita menggambar/melukis pemandangan dalam bentuk gunung, maka pemandangan adalah gunung akan melekat dalam diri kita, dan menganggapnya sebagai suatu hal yang benar, tanpa mampu mengembangkan lebih luas lagi bahwa masih banyak pemandangan lain.
Fenomena ini saya temukan ketika mengisi training di hampir semua wilayah di Indonesia. Bahkan masyarakat pesisir pantai yang jauh dari gunung, bahkan jarang sekali melihat gunung juga menggambar gunung dalam gambar pemandangannya. Hebat bukan?
“Paradigma akan mempengaruhi pikiran, ucapan dan tindakan seseorang”
Apa saja yang mempengaruhi Paradigma seseorang?
Berikut ini adalah hal-hal utama yang mempengaruhi paradigma seseorang:
Paradigma yang tertanam lama di dalam diri kita, dan dibenarkan oleh lingkungan sekitar kita, dengan sendirinya lambat laun akan melekat dalam diri, menjadi tolak ukur kita dan melihatnya sebagai pendapat yang paling benar. Dan sangat sulit untuk menerima pendapat orang lain, yang memiliki paradigma yang berbeda.
Apakah paradigma bisa berubah?
Tentu bisa. Seringkali begitu orang mengetahui dan memahami tentang paradigmanya, maka dengan relatif mudah dia mampu merubahnya. Namun, ada paradigma yang sudah tertananm sejak kecil dan dipengaruhi oleh banyak orang disekitar kita, dan tertanam kuat dalam diri kita, bahkan telah menjadi kebiasaan kita, akan membutuhkan waktu untuk merubahnya sampai menjadi kebiasaan baru.
Dalam aktifitas harian, tanpa kita sadari seringkali pernah mengalami perubahan-perubahan paradigma. Saya pernah mengalami sebuah contoh kasus perubahan paradigma kecil:
Pada suatu sore hari, perasaan saya sedang kacau, gelisah dan ingin marah, karena ada temen saya yang mengingkari janjinya. Teman saya ini pinjam buku dan berjanji akan mengembalikan pada pagi hari, karena besok paginya akan ada ujian semester.
Tentu saja seharian ini saya tidak bisa belajar, karena bukunya di bawa teman saya. Sampai sore hari, teman saya belum juga datang. Mencoba pinjam catatan buku teman lainnya, malah membuat saya pusing, karena tulisannya yang kurang bagus dan sulit untuk saya baca.
Saya mencoba bersabar, dan berharap bahwa malam ini dia akan mengembalikan, sehingga ada kesempatan saya untuk belajar sekalipun lembur. Namun apa yang terjadi? Sampai pukul 10.00 malam ternyata teman saya tidak datang juga. Sehingga dengan perasaan yang tidak karuan, saya belajar seadanya dengan buku yang sudah saya pinjem dari teman yang lain.
Pagi harinya kira-kira jam 7.00 pagi, teman saya ini datang. Dengan perasaan marah yang tertahan saya temui dia. Namun belum sampai saya mengeluarkan kata-kata, teman saya bilang meminta maaf karena telah lupa mengembalikan buku. Dia bilang orang tuanya sedang kena serangan jantung secara tiba-tiba dan terpaksa dibawa ke rumah sakit karena kondisinya sangat kritis. Sampai pagi ini orang tuanya masih berada di ruang ICU.
Saya tidak tahu bagaimana prosesnya, namun setelah saya tahu duduk masalah yang sedang dihadapinya, saat itu juga, secara tiba-tiba, perasaan marah saya sudah berubah. Dari rasa ingin marah berubah menjadi rasa ikuti prihatin dan bersimpati. Muncul keinginan untuk membantu meringankan beban hidupnya. Bahkan perasaan kacau dan khawatir gagal dalam ujian semester menjadi jauh berkurang dan tidak begitu kupedulikan. Toh kalau gagal, saya masih bisa mengulanginya dengan ikut sesmester pendek.
Itu merupakan contoh perubahan paradigma, sekalipun perubahan paradigma yang sesaat dan situasional. Tentunya paradigma lain dalam diri kita, yang sudah tertanam sejak kita masil kecil dan sudah melekat kuat, memerlukan waktu & kemauan yang kuat untuk merubahnya. Yang jelas, kita bisa dan mampu untuk merubah paradigma kita selagi kita memiliki niat, tekad dan semangat untuk merubahnya.
Apa keuntungan memahami paradigma?
Karena paradigma itu sudah ada dalam diri kita dan mempengaruhi pikiran, ucapan dan tindakan kita, maka kita akan sangat diuntungkan kalau kita memahaminya. Paham akan paradigma dan pengaruhnya akan memudahkan kita melakukan komunikasi dan membuat kerjasama dengan orang lain, karena kita akan mampu memahami orang lain, membuat pikiran kita terbuka dan kreatif.
Bagaimana menyikapi perbedaan paradigma?
Caranya sederhana, yaitu dengan berusaha untuk memahami dan menganalisa pendapat orang lain yang berbeda dengan kita. Sampai kita benar-benar tahu sudut pandang dan alasan yang mendasari perbedaan pendapat itu. Atau dalam bahasa lain disebut empati. Tentunya dalam hal ini dibutuhkan kesabaran dan pengendalian diri.
Kita tidak harus berubah, kalau paradigma yang kita miliki atau kaca mata yang kita pakai sudah sesuai dengan keinginan dan tujuan hidup kita. Namun mengetahui paradigma orang lain atau kaca mata yang dipakai orang lain, akan memudahkan kita menyikapi perbedaan-perbedaan.
Salah satu munculnya konflik antar manusia atau antar kelompok adalah adanya perbedaan paradigma. Sebaliknya, saling memahami perbedaan paradigma akan mampu meminimalkan konflik, bahkan merubahnya dan mentransformasikannya menjadi kekuatan kerjasama yang sangat besar.
Contoh perbedaan paradigma yang paling mudah kita temui adalah dalam keluarga kita sendiri. Seringkali antara orang tua dengan anak memiliki kecenderungan cara pandang atau cara berpikir yang berbeda.
Orang tua sudah mengalami banyak pengalaman hidup, baik yang menyenangkan atau yang menyedihkan yang membuatnya trauma. Semuanya bisa berbeda dengan pengalaman yang menyedihkan dan menyenangkan bagi seorang anak.
Paradigma Bisnis
Gambar diagram di atas saya kembangkan dari model paradigma perubahan sosial dan literatur buku-buku tentang kewirausahaan, perubahan dan paradigma. Memudahkan kita untuk melihat lebih jelas paradigma apa yang ada dalam diri kita dan orang-orang disekitar kita.
Apakah saya memiliki paradigma pengusaha? Apakah saya bisa sukses menjadi pengusaha?
Mengapa begitu banyak orang yang menentang dan tidak mendukung ketika saya ingin menjadi pengusaha (berwirausaha)?
Bagaimana pola pikir pengusaha, dan bagaimana saya bisa merubahnya?
Mengapa begitu banyak pengusaha yang gagal dan tidak sanggup bertahan? Mengapa begitu banyak pengusaha kecil dari pada pengusaha besar?
2 sumbu 4 Paradigma bisnis adalah media paling sederhana dan mudah diingat, yang akan membantu langkah-langkah kita menuju kesuksesan bisnis. Karena paradigma bagaikan peta yang memudahkan kita menemukan sebuah tujuan .
Memudahkan kita untuk berani terbuka dalam pendapat dan keinginan (tujuan) kita, tanpa harus merasa bersalah maupun menyalahkan. Memudahkan kita bersikap kritis dan instropektif, peka dan penuh empati, serta kreatif dan sinergis.
Misalnya menghadapi perbedaan paradigma di keluarga anda sendiri, di mana anda memiliki keinginan untuk menjadi pengusaha namun orang tua anda selalu menentang anda dan mendorong anda untuk menjadi pekerja. Apa alasannya, dan apakah anda dapat menerima alasan itu?
Atau kasus dengan teman anda sendiri, yang lama setelah lulus sekolah atau kuliah tetap menganggur, dan selalu menunggu untuk mendapatkan lowongan pekerjaan, tanyakan kenapa dia melakukan itu, mengapa dia tidak mencoba wirausaha?
MAKNA 2 SUMBU
Sumbu pertama (sumbu horinsontal), cara kita melihat atau menginginkan posisi diri kita dalam mendapatkan uang (kekayaan).
Ciri-ciri di bawah ini bisa kita jadikan alat bantu untuk menilai paradigma apa yang ada dalam diri kita dan paradigma apa yang dimiliki oleh orang-orang disekitar kita.
Kelompok I : Paradigma Pekerja (Buruh)
Paradigma tidak untuk menilai baik dan tidaknya seseorang, tetapi cara untuk memetakan cara berpikir atau cara pandang seseorang. Di hampir semua pekerjaan atau usaha ada potensi untuk menjadi baik maupun buruk.
Paradigma lebih berkaitan erat dengan mentalitas seseorang yang lahir karena pola pikir/cara pandang. Untuk merubah paradigma dibutuhkan tekad dan semangat yang besar, seperti meledakkan sesuatu dalam diri anda.
Untuk merubah paradigma dalam diri anda, salah satu cara yang bisa membantu adalah merenungkan pertanyaan di bawah ini :
Apa untung dan rugi menjadi pekerja, pekerja lepas (pengusaha kecil), dan pengusaha besar? (dalam jangka pendek dan jangka panjang)
Tulislah tujuan (harapan) anda dalam jangka 1 tahun, 5 tahun, 10 tahun dan 20 tahun
Tulislah dalam sebuah kertas di mana anda bisa mengevaluasi dan menyempurnakan jawaban anda. Cobalah untuk sering mengamati (memperhatikan) orang-orang disekitar anda, yang menjadi pekerja, pekerja lepas (pengusaha kecil) dan pengusaha besar.
Amati, dekati dan jadikan teman berbagi. Telusuri masa lalunya sampai sekarang. Anda akan menemukan banyak perbedaan yang bisa membuat hidup anda lebih cerdas. Bandingkan apa yang mereka pikirkan mengenai uang, pekerjaan, karir, rencana-rencana mereka, tujuan dan sikap mereka. Apa yang yang anda temukan?
Kalau anda ingin jadi pengusaha, pilihlah orang-orang yang memiliki paradigma pengusaha atau barangkali pengusaha sukses untuk menjadi tempat berbagi dengan anda secara berkala dan berkelanjutan. Secara bertahap kembalilah ke pertanyaan di atas, temukan energi baru dalam diri anda yang muncul karena perubahan paradigma anda sendiri. Keinginan-keinginan anda dan keberanian anda untuk membuat langkah baru.
Banyak pembicaraan yang mengungkapkan perlunya untuk menyimpan ide bisnis agar tidak dicuri atau diambil oleh orang lain. Ide seakan-akan menjadi sesuatu yang sangat mahal, sehingga merasa rugi kalau sampai diketahui oleh orang lain. Ternyata semua itu seringkali salah.
Fakta pertama dari banyak penelitian adalah bahwa ide bisnis ternyata mudah didapatkan, dan seringkali ide yang ada pada seseorang juga sudah dimiliki oleh banyak orang lainnya. Artinya, kalau anda tiba-tiba menemukan sebuah ide bisnis, belum tentu ide itu satu-satunya milik anda, karena banyak orang lain yang berpotensi memiliki ide yang sama dengan anda.
Fakta yang lainnya adalah sebanyak 99 % ide bisnis baru tidak berhasil (Brian Tracy, Getting Rich Yur Own Way). Kesalahan paling sering yang dilakukan oleh pengusaha pemula adalah mempertahankan ide untuk bisnis baru sebagai rahasia diri sendiri.
Bersikap terbuka pada sebuah ide bisnis justru akan menolong untuk mendapat masukan atau umpan balik dari orang-orang yang sudah berkecimpung dalam bisnis itu. Untuk merealisasikan sebuah ide bisnis diperlukan persiapan dalam membaca peluang pasar, kualitas & desain, harga maupun kompetitor. Sehingga mendapat masukan pada orang yang telah berada dalam bisnis yang sama, justru akan menghemat banyak waktu dan uang karena sudah mengetahui kelemahan maupun kelebihan sejak awal. Dibandingkan kalau melakukan penelitian dan eksperiman sendiri, yang tentunya butuh waktu, tenaga, pikiran maupun uang. Dengan orang-orang yang sudah berpengalaman, seringkali kita akan mendapatkan masukan-masukan yang cukup bermutu dan berkualitas.
Ibarat kita mau naik sebuah gunung, maka mengetahui hal-hal apa yang perlu kita siapkan atau mengenal bagaimana kondisi jalur menuju puncak gunung akan memudahkan perjalanan kita. Atau, karena merupakan pengalaman pertama kali untuk mendaki sebuah gunung, maka sangat mungkin diperlukan seseorang untuk membantu (guide) sehingga kita tidak tersesat dan berhasil menuju puncak.
Jangan pernah khawatir bahwa ide anda akan dicuri ketika anda menemui orang yang sudah terjun dalam bisnis yang sesuai dengan ide bisnis yang dimiliki dan memberitahukan pada mereka, lalu mereka memberikan masukan dan saran terhadap ide bisnis itu. Sebagian besar orang dalam bisnis sudah memikirkan ide anda beberapa tahun yang lalu, atau sama sekali tidak tertarik dengan bisnis anda tersebut. Biasanya mereka terlalu sibuk atau fokus dengan bisnis mereka sendiri, dan tidak memiliki waktu atau uang untuk merencanakan menguji ide yang diajukan orang lain.
Banyak konsultan ketika menghadapi masalah yang dihadapi oleh kliennya, akan segera menginvestasikan waktu, tenaga, pikiran dan uang mereka, dengan menelusuri informasi dari buku, perpustakaan, internet, catatan-catatan perusahaan lain dan lain sebagainya selama beberapa jam atau beberapa hari sampai mereka menemukan jawaban yang bisa direkomendasikan untuk kliennya tersebut.
Maka, mendapat masukan atau umpan balik dari ide bisnis kita dari seseorang yang telah sukses di jalur bisnis yang sesuai dengan bisnis kita adalah sesuatu yang sangat berarti dan mengurangi jumlah kerugian yang akan kita temui.
Tentu kita perlu memilih orang yang tepat dengan ide-ide bisnis kita, yaitu orang-orang yang telah memiliki pengalaman bisnis dan orang-orang yang memiliki paradigma pengusaha, sehingga ketika anda menyampaikan gagasan-gagasan anda, mereka memberi masukan-masukan yang bermutu sekaligus memotivasi. Karena, banyak juga orang-orang yang tidak memiliki mental pengusaha, yang ketika memberikan masukan justru bersifat negatif dan melemahkan semangat (menakut-nakuti) untuk mengembangkan ide bisnis anda.
Paradigma Bisnis
Makna Paradigma dan Implikasinya
Cara pandang, pola pikir, cara berpikir atau kerangka berpikir. Atau cara kita melihat suatu fenomena dan fakta-fakta di sekitar kita.Bagaimana contoh yang paling mudah dalam memahami paradigma?
Untuk memahami paradigma adalah dengan menganggap kita sedang memakai kaca mata berwarna, maka apa yang kita lihat disekeliling kita akan sangat dipengaruhi oleh kaca mata yang kita pakai. Cobalah pakai kaca mata biru selama 1 jam, lalu anda berjalan-jalan keliling kota atau desa. Anda pasti akan melihat secara berbeda warna-warna disekeliling anda.Setiap orang memiliki paradigma, ada yang sama ada yang berbeda. Misalnya kalau anda pakai kaca mata biru, mungkin orang lain ada yang memakai kaca mata merah, lainnya lagi warna kuning, warna hijau dan lain-lain.Yang menjadikan masalah adalah kalau kita tidak menyadari bahwa kaca mata kita berbeda dengan orang lain. Bisa berbeda dengan istri, bapak, ibu, saudara, teman dekat dan lain-lain.
Coba tanyakan dalam anda sendiri, bila anda selalu memakai kaca mata biru, dan tidak pernah melepasnya, atau bahkan anda sudah tidak menyadari bahwa kaca mata anda berwarna biru, apa yang akan terjadi? Setiap hari Anda akan selalu berbeda pendapat dengan banyak orang yang mengobrol dengan anda tentang warna-warna. Bila orang-orang disekitar anda memakai kaca mata hijau.
Namun anda akan mudah sependapat dan sepaham dan tidak terlibat perbedaan atau konflik dengan orang-orang di sekitar anda yang sama-sama memakai kaca mata biru.
Pengaruh Paradigma?
Contoh yang paling mudah, yang seringkali saya pakai dalam training yang saya lakukan adalah dengan meminta peserta untuk menggambar pemandangan. Buatlah gambar pemandangan dalam waktu 5 menit sekarang juga. Anda bisa mencobanya di rumah atau jadi media tes dalam sebuah kelompok. Kebanyakan dari peserta (seringkali hampir semuanya) yang ikut traning (kecuali peserta training yang sudah tahu atau pernah mengikuti traning ini sebelumnya), akan menggambar pemandangan berupa gunung (sebagai gambar utamanya), yang diwarnai jalan, sawah, awan, matahari atau yang biasa di gambar sejak kecil.
Pertanyaannya adalah mengapa bisa terjadi seperti itu? Bukanlah laut, bunga, pohon, sungai dan gambaran alam lainnya juga pemandangan?
Inilah salah satu contoh kasus untuk mengetahui pengaruh atau dampak paradigma. Kalau sejak kecil, atau biasanya sejak Sekolah Dasar, kita hanya diajari oleh guru kita menggambar/melukis pemandangan dalam bentuk gunung, maka pemandangan adalah gunung akan melekat dalam diri kita, dan menganggapnya sebagai suatu hal yang benar, tanpa mampu mengembangkan lebih luas lagi bahwa masih banyak pemandangan lain.
Fenomena ini saya temukan ketika mengisi training di hampir semua wilayah di Indonesia. Bahkan masyarakat pesisir pantai yang jauh dari gunung, bahkan jarang sekali melihat gunung juga menggambar gunung dalam gambar pemandangannya. Hebat bukan?
“Paradigma akan mempengaruhi pikiran, ucapan dan tindakan seseorang”
Apa saja yang mempengaruhi Paradigma seseorang?
Berikut ini adalah hal-hal utama yang mempengaruhi paradigma seseorang:
- Paradigma orang tua yang sejak kecil sudah ditanamkan orang tua pada kita.
- Paradigma Pendidikan di sekolah, teman maupun gurunya.
- Lingkungan sosial.
- Bacaan dan tontonan.
Paradigma yang tertanam lama di dalam diri kita, dan dibenarkan oleh lingkungan sekitar kita, dengan sendirinya lambat laun akan melekat dalam diri, menjadi tolak ukur kita dan melihatnya sebagai pendapat yang paling benar. Dan sangat sulit untuk menerima pendapat orang lain, yang memiliki paradigma yang berbeda.
Apakah paradigma bisa berubah?
Tentu bisa. Seringkali begitu orang mengetahui dan memahami tentang paradigmanya, maka dengan relatif mudah dia mampu merubahnya. Namun, ada paradigma yang sudah tertananm sejak kecil dan dipengaruhi oleh banyak orang disekitar kita, dan tertanam kuat dalam diri kita, bahkan telah menjadi kebiasaan kita, akan membutuhkan waktu untuk merubahnya sampai menjadi kebiasaan baru.
Dalam aktifitas harian, tanpa kita sadari seringkali pernah mengalami perubahan-perubahan paradigma. Saya pernah mengalami sebuah contoh kasus perubahan paradigma kecil:
Pada suatu sore hari, perasaan saya sedang kacau, gelisah dan ingin marah, karena ada temen saya yang mengingkari janjinya. Teman saya ini pinjam buku dan berjanji akan mengembalikan pada pagi hari, karena besok paginya akan ada ujian semester.
Tentu saja seharian ini saya tidak bisa belajar, karena bukunya di bawa teman saya. Sampai sore hari, teman saya belum juga datang. Mencoba pinjam catatan buku teman lainnya, malah membuat saya pusing, karena tulisannya yang kurang bagus dan sulit untuk saya baca.
Saya mencoba bersabar, dan berharap bahwa malam ini dia akan mengembalikan, sehingga ada kesempatan saya untuk belajar sekalipun lembur. Namun apa yang terjadi? Sampai pukul 10.00 malam ternyata teman saya tidak datang juga. Sehingga dengan perasaan yang tidak karuan, saya belajar seadanya dengan buku yang sudah saya pinjem dari teman yang lain.
Pagi harinya kira-kira jam 7.00 pagi, teman saya ini datang. Dengan perasaan marah yang tertahan saya temui dia. Namun belum sampai saya mengeluarkan kata-kata, teman saya bilang meminta maaf karena telah lupa mengembalikan buku. Dia bilang orang tuanya sedang kena serangan jantung secara tiba-tiba dan terpaksa dibawa ke rumah sakit karena kondisinya sangat kritis. Sampai pagi ini orang tuanya masih berada di ruang ICU.
Saya tidak tahu bagaimana prosesnya, namun setelah saya tahu duduk masalah yang sedang dihadapinya, saat itu juga, secara tiba-tiba, perasaan marah saya sudah berubah. Dari rasa ingin marah berubah menjadi rasa ikuti prihatin dan bersimpati. Muncul keinginan untuk membantu meringankan beban hidupnya. Bahkan perasaan kacau dan khawatir gagal dalam ujian semester menjadi jauh berkurang dan tidak begitu kupedulikan. Toh kalau gagal, saya masih bisa mengulanginya dengan ikut sesmester pendek.
Itu merupakan contoh perubahan paradigma, sekalipun perubahan paradigma yang sesaat dan situasional. Tentunya paradigma lain dalam diri kita, yang sudah tertanam sejak kita masil kecil dan sudah melekat kuat, memerlukan waktu & kemauan yang kuat untuk merubahnya. Yang jelas, kita bisa dan mampu untuk merubah paradigma kita selagi kita memiliki niat, tekad dan semangat untuk merubahnya.
Apa keuntungan memahami paradigma?
Karena paradigma itu sudah ada dalam diri kita dan mempengaruhi pikiran, ucapan dan tindakan kita, maka kita akan sangat diuntungkan kalau kita memahaminya. Paham akan paradigma dan pengaruhnya akan memudahkan kita melakukan komunikasi dan membuat kerjasama dengan orang lain, karena kita akan mampu memahami orang lain, membuat pikiran kita terbuka dan kreatif.
Bagaimana menyikapi perbedaan paradigma?
Caranya sederhana, yaitu dengan berusaha untuk memahami dan menganalisa pendapat orang lain yang berbeda dengan kita. Sampai kita benar-benar tahu sudut pandang dan alasan yang mendasari perbedaan pendapat itu. Atau dalam bahasa lain disebut empati. Tentunya dalam hal ini dibutuhkan kesabaran dan pengendalian diri.
Kita tidak harus berubah, kalau paradigma yang kita miliki atau kaca mata yang kita pakai sudah sesuai dengan keinginan dan tujuan hidup kita. Namun mengetahui paradigma orang lain atau kaca mata yang dipakai orang lain, akan memudahkan kita menyikapi perbedaan-perbedaan.
Salah satu munculnya konflik antar manusia atau antar kelompok adalah adanya perbedaan paradigma. Sebaliknya, saling memahami perbedaan paradigma akan mampu meminimalkan konflik, bahkan merubahnya dan mentransformasikannya menjadi kekuatan kerjasama yang sangat besar.
Contoh perbedaan paradigma yang paling mudah kita temui adalah dalam keluarga kita sendiri. Seringkali antara orang tua dengan anak memiliki kecenderungan cara pandang atau cara berpikir yang berbeda.
Orang tua sudah mengalami banyak pengalaman hidup, baik yang menyenangkan atau yang menyedihkan yang membuatnya trauma. Semuanya bisa berbeda dengan pengalaman yang menyedihkan dan menyenangkan bagi seorang anak.
Paradigma Bisnis
Gambar diagram di atas saya kembangkan dari model paradigma perubahan sosial dan literatur buku-buku tentang kewirausahaan, perubahan dan paradigma. Memudahkan kita untuk melihat lebih jelas paradigma apa yang ada dalam diri kita dan orang-orang disekitar kita.
Apakah saya memiliki paradigma pengusaha? Apakah saya bisa sukses menjadi pengusaha?
Mengapa begitu banyak orang yang menentang dan tidak mendukung ketika saya ingin menjadi pengusaha (berwirausaha)?
Bagaimana pola pikir pengusaha, dan bagaimana saya bisa merubahnya?
Mengapa begitu banyak pengusaha yang gagal dan tidak sanggup bertahan? Mengapa begitu banyak pengusaha kecil dari pada pengusaha besar?
2 sumbu 4 Paradigma bisnis adalah media paling sederhana dan mudah diingat, yang akan membantu langkah-langkah kita menuju kesuksesan bisnis. Karena paradigma bagaikan peta yang memudahkan kita menemukan sebuah tujuan .
Memudahkan kita untuk berani terbuka dalam pendapat dan keinginan (tujuan) kita, tanpa harus merasa bersalah maupun menyalahkan. Memudahkan kita bersikap kritis dan instropektif, peka dan penuh empati, serta kreatif dan sinergis.
Misalnya menghadapi perbedaan paradigma di keluarga anda sendiri, di mana anda memiliki keinginan untuk menjadi pengusaha namun orang tua anda selalu menentang anda dan mendorong anda untuk menjadi pekerja. Apa alasannya, dan apakah anda dapat menerima alasan itu?
Atau kasus dengan teman anda sendiri, yang lama setelah lulus sekolah atau kuliah tetap menganggur, dan selalu menunggu untuk mendapatkan lowongan pekerjaan, tanyakan kenapa dia melakukan itu, mengapa dia tidak mencoba wirausaha?
MAKNA 2 SUMBU
Sumbu pertama (sumbu horinsontal), cara kita melihat atau menginginkan posisi diri kita dalam mendapatkan uang (kekayaan).
- Ingin menjadi Subyek (S) dengan berwirausaha atau memiliki usaha sendiri.
- Ingin menjadi Obyek (O) dengan menjadi pekerja (buruh), atau investor.
- Menginginkan kebebasan pendapatan (bebas finansial). Berpikir bahwa uang (kekayaan) sebagai sesuatu yang tidak terbatas atau bisa berkembang secara bebas dari usaha (kerja) yang dilakukan.
- Menginginkan keteraturan pendapatan. Berpikir bahwa uang (kekayaan) sebagai sesuatu yang terbatas dan membatasi tujuannya dalam mendapatkan uang.
Ciri-ciri di bawah ini bisa kita jadikan alat bantu untuk menilai paradigma apa yang ada dalam diri kita dan paradigma apa yang dimiliki oleh orang-orang disekitar kita.
Kelompok I : Paradigma Pekerja (Buruh)
- Ingin menjadi pekerja (buruh), pada perusahaan kecil atau perusahaan besar, formal atau informal.
- Ingin di gaji, bukan menggaji. Menginginkan pendapatan yang teratur dan mapan, baik harian, mingguan, atau bulanan. Pendapatan keuangan mereka diatur dan dibatasi oleh orang lain atau pemilik perusahaan. Upaya terbaik yang bisa mereka lakukan adalah mendapatkan gaji sebesar mungkin.
- Semua jenis pekerjaan yang dilakukan untuk mendapatkan gaji, bisa dimasukkan dalam kelompok ini. Mulai sopir pribadi, pembantu rumah tangga, office boy, salesman, manajer, direktur dan presiden direktur, termasuk pegawai negeri sipil (PNS)
- Menginginkan resiko yang paling kecil dalam usaha mereka mendapatkan uang. Resiko paling tinggi adalah dipecat dari pekerjaan. Sehingga jabatan PNS menempati posisi paling di cari oleh kebanyakan orang yang memiliki paradigma pekerja (buruh), karena memiliki resiko paling kecil untuk dipecat.
- Ingin aman dan tidak mau repot. Sulit menerima kegagalan atau kerugian, dan belajar bahwa kegagalan adalah awal dari kesuksesan.
- Berpikir jangka pendek, dan ingin cepat hasil (hasil cepat). Bekerja dan mendapatkan hasilnya. Cenderung sinis terhadap pengusaha yang belum sukses, karena ketidakmampuannya dalam membangun perspektif jangka panjang.
- Memiliki kecenderungan untuk menjadi orang yang konsumtif. Begitu ada uang akan segera habis untuk kebutuhan hidupnya misalnya berbelanja. Dalam banyak kasus bahkan mereka lebih suka menggunakan pinjaman (kredit) untuk kebutuhan konsumtif misalnya kredit rumah atau mobil.
- Menurut berbagai statistik, paradigma pekerja (buruh) dimiliki oleh sebagian besar masyarakat atau sekitar 80 sampai 85%.
- Tidak suka bekerja pada orang lain dan lebih suka berkerja secara mandiri, namun membatasi untuk kerjasama atau mempekerjakan orang lain. Tidak ingin memiliki atasan atau bos maupun tidak ingin punya banyak karyawan (cenderung tidak ingin repot dan ingin yang bersifat taktis).
- Ingin keuntungan bisnisnya bisa dimiliki sendiri tanpa harus banyak berbagi dengan orang lain.
- Sistem kerja berpusat dan tergantung pada dirinya sendiri, dengan mengontrol seluruh pekerjaan. Kurang mampu mempercayai atau mendelegasikan pekerjaan pada orang lain.
- Kalau sedang beristirahat karena cuti atau sakit, misalnya selama satu minggu, maka usahanya akan ikut berhenti. Atau berjalan tapi tidak maksimal.
- Pendapatannya terbatas pada seberapa keras mereka bekerja. Semakin besar pendapatan yang ingin mereka dapatkan, maka akan bekerja semakin keras.
- Tidak memiliki perencanaan keuangan jangka panjang, atau pendapatannya bersifat insidental. Kebutuhan keuangannya menyesuaikan dengan pendapatan dari usaha mereka.
- Ingin cepat untung, atau cepat mendapatkan penghasilan dari usahanya. Menyukai yang bersifat taktis, dan menghindari yang bersifat strategis.
- Memilih resiko-resiko yang paling kecil dengan cara menghindari investasi jangka panjang, karena menganggap resikonya terlalu besar.
- Masih menyukai hal-hal yang bersifat konsumtif dari pada investasi.
- Termasuk diantara orang yang memiliki pardigma pekerja lepas atau pengusaha kecil adalah dari menjadi tukang jahit di rumah, makelar motor, makelar tanah, dokter yang membuka praktek di rumah, pengacara lepas, konsultan lepas, pemilik toko kecil-kecilan di rumah dan lain-lain.
- Dari berbagai statistic secara umum jumlah mereka cukup besar atau sekitar 15 sampai 18%.
- Ingin menjadi pengusaha dan tidak suka bekerja pada orang lain, namun suka mengembangkan kerjasama.
- Suka berbagi pekerjaan dengan orang lain, biasanya ingin memiliki karyawan dan mitra bisnis yang sebesar-besarnya.
- Melihat potensi pendapatan keuangan (kekayaan) sebagai sesuatu yang tidak terbatas, dan bebas untuk dikembangkan.
- Melihat kesuksesan sebagai sebuah proses yang tidak pernah berhenti. Tidak cepat puas dan ingin selalu berkembang.
- Memiliki pemikiran jangka panjang dengan melihat kerugian maupun kegagalan sebagai sebuah proses belajar.
- Berani berpikir terbuka untuk mengembangkan paradigmanya sendiri, dan mampu menghormati dan memahami perbedaan paradigma.
- Menggabungkan upaya taktis dan strategis dengan terus mengembangkan analisa usaha.
- Memiliki keinginan kuat, dengan mengembangkan sifat sabar, tekun dan ulet.
- Bekerja cerdas bukan bekerja keras, dengan terus mengembangkan sikap kreatif.
- Memiliki kebiasaan menggunakan uang untuk investasi, dari pada konsumsi. Pinjaman dilakukan untuk investasi bukan untuk hal-hal yang bersifat konsumtif.
- Hanya sedikit orang yang memiliki paradigma pengusaha. Hal ini dapat dilihat jumlah pengusaha yang ada di Indoensia. Menurut bebagasi statistic jumlah pengusaha besar di Indonesia baru sekitar 0,18 % atau sekitar 400.000 pengusaha. Padahal menurut David McClelland dibutuhkan minimal 2 % atau sekitar 5.000.000 pengusaha agar sebuah Negara menjadi makmur.
- Tidak ingin bekerja pada orang lain dan tidak ingin membangun usaha sendiri namun mereka ingin mengembangkan uangnya dengan cara menginvestasikan (menanam saham) pada perusahaan atau usaha orang lain.
- Melihat uang bisa berkembang secara luas dan tak terbatas.
- Berani mengambil resiko kehilangan uang.
- Memiliki pemikiran jangka panjang.
- Memiliki kebiasaan investasi, bukan kebiasaan membelanjankan uang untuk kesenangan (konsumtif)
- Kebanyakan (hampir semua) investor sukses bermula dari pengusaha sukses.
Paradigma tidak untuk menilai baik dan tidaknya seseorang, tetapi cara untuk memetakan cara berpikir atau cara pandang seseorang. Di hampir semua pekerjaan atau usaha ada potensi untuk menjadi baik maupun buruk.
Paradigma lebih berkaitan erat dengan mentalitas seseorang yang lahir karena pola pikir/cara pandang. Untuk merubah paradigma dibutuhkan tekad dan semangat yang besar, seperti meledakkan sesuatu dalam diri anda.
Untuk merubah paradigma dalam diri anda, salah satu cara yang bisa membantu adalah merenungkan pertanyaan di bawah ini :
Apa untung dan rugi menjadi pekerja, pekerja lepas (pengusaha kecil), dan pengusaha besar? (dalam jangka pendek dan jangka panjang)
Tulislah tujuan (harapan) anda dalam jangka 1 tahun, 5 tahun, 10 tahun dan 20 tahun
Tulislah dalam sebuah kertas di mana anda bisa mengevaluasi dan menyempurnakan jawaban anda. Cobalah untuk sering mengamati (memperhatikan) orang-orang disekitar anda, yang menjadi pekerja, pekerja lepas (pengusaha kecil) dan pengusaha besar.
Amati, dekati dan jadikan teman berbagi. Telusuri masa lalunya sampai sekarang. Anda akan menemukan banyak perbedaan yang bisa membuat hidup anda lebih cerdas. Bandingkan apa yang mereka pikirkan mengenai uang, pekerjaan, karir, rencana-rencana mereka, tujuan dan sikap mereka. Apa yang yang anda temukan?
Kalau anda ingin jadi pengusaha, pilihlah orang-orang yang memiliki paradigma pengusaha atau barangkali pengusaha sukses untuk menjadi tempat berbagi dengan anda secara berkala dan berkelanjutan. Secara bertahap kembalilah ke pertanyaan di atas, temukan energi baru dalam diri anda yang muncul karena perubahan paradigma anda sendiri. Keinginan-keinginan anda dan keberanian anda untuk membuat langkah baru.
Keuntungan Menjadikan Ide Bisnis Terbuka
Banyak pembicaraan yang mengungkapkan perlunya untuk menyimpan ide bisnis agar tidak dicuri atau diambil oleh orang lain. Ide seakan-akan menjadi sesuatu yang sangat mahal, sehingga merasa rugi kalau sampai diketahui oleh orang lain. Ternyata semua itu seringkali salah.
Fakta pertama dari banyak penelitian adalah bahwa ide bisnis ternyata mudah didapatkan, dan seringkali ide yang ada pada seseorang juga sudah dimiliki oleh banyak orang lainnya. Artinya, kalau anda tiba-tiba menemukan sebuah ide bisnis, belum tentu ide itu satu-satunya milik anda, karena banyak orang lain yang berpotensi memiliki ide yang sama dengan anda.
Fakta yang lainnya adalah sebanyak 99 % ide bisnis baru tidak berhasil (Brian Tracy, Getting Rich Yur Own Way). Kesalahan paling sering yang dilakukan oleh pengusaha pemula adalah mempertahankan ide untuk bisnis baru sebagai rahasia diri sendiri.
Bersikap terbuka pada sebuah ide bisnis justru akan menolong untuk mendapat masukan atau umpan balik dari orang-orang yang sudah berkecimpung dalam bisnis itu. Untuk merealisasikan sebuah ide bisnis diperlukan persiapan dalam membaca peluang pasar, kualitas & desain, harga maupun kompetitor. Sehingga mendapat masukan pada orang yang telah berada dalam bisnis yang sama, justru akan menghemat banyak waktu dan uang karena sudah mengetahui kelemahan maupun kelebihan sejak awal. Dibandingkan kalau melakukan penelitian dan eksperiman sendiri, yang tentunya butuh waktu, tenaga, pikiran maupun uang. Dengan orang-orang yang sudah berpengalaman, seringkali kita akan mendapatkan masukan-masukan yang cukup bermutu dan berkualitas.
Ibarat kita mau naik sebuah gunung, maka mengetahui hal-hal apa yang perlu kita siapkan atau mengenal bagaimana kondisi jalur menuju puncak gunung akan memudahkan perjalanan kita. Atau, karena merupakan pengalaman pertama kali untuk mendaki sebuah gunung, maka sangat mungkin diperlukan seseorang untuk membantu (guide) sehingga kita tidak tersesat dan berhasil menuju puncak.
Jangan pernah khawatir bahwa ide anda akan dicuri ketika anda menemui orang yang sudah terjun dalam bisnis yang sesuai dengan ide bisnis yang dimiliki dan memberitahukan pada mereka, lalu mereka memberikan masukan dan saran terhadap ide bisnis itu. Sebagian besar orang dalam bisnis sudah memikirkan ide anda beberapa tahun yang lalu, atau sama sekali tidak tertarik dengan bisnis anda tersebut. Biasanya mereka terlalu sibuk atau fokus dengan bisnis mereka sendiri, dan tidak memiliki waktu atau uang untuk merencanakan menguji ide yang diajukan orang lain.
Banyak konsultan ketika menghadapi masalah yang dihadapi oleh kliennya, akan segera menginvestasikan waktu, tenaga, pikiran dan uang mereka, dengan menelusuri informasi dari buku, perpustakaan, internet, catatan-catatan perusahaan lain dan lain sebagainya selama beberapa jam atau beberapa hari sampai mereka menemukan jawaban yang bisa direkomendasikan untuk kliennya tersebut.
Maka, mendapat masukan atau umpan balik dari ide bisnis kita dari seseorang yang telah sukses di jalur bisnis yang sesuai dengan bisnis kita adalah sesuatu yang sangat berarti dan mengurangi jumlah kerugian yang akan kita temui.
Tentu kita perlu memilih orang yang tepat dengan ide-ide bisnis kita, yaitu orang-orang yang telah memiliki pengalaman bisnis dan orang-orang yang memiliki paradigma pengusaha, sehingga ketika anda menyampaikan gagasan-gagasan anda, mereka memberi masukan-masukan yang bermutu sekaligus memotivasi. Karena, banyak juga orang-orang yang tidak memiliki mental pengusaha, yang ketika memberikan masukan justru bersifat negatif dan melemahkan semangat (menakut-nakuti) untuk mengembangkan ide bisnis anda.